PRAJURIT KRATON YOGYAKARTA

Uniknya Tradisi Nguras Enceh di Makam Imogiri


Upacara /Nguras Enceh/ atau Mengganti Air Gentong adalah tradisi yang dilakukan pada setiap bulan Sura khususnya pada hari Selasa/Jumat Kliwon. Upacara ini berlangsung setahun sekali dan biasanya dihadiri oleh banyak orang dengan berbagai tujuan. Ada yang sekadar ingin menyaksikan upacara, ada yang ingin berwisata, ada yang ingin mengetahui makna dari upacara tersebut, dan ada pula yang datang dengan niat untuk mendapatkan berkah.
Enceh atau gentong yang ada di Kompleks Makam Raja-Raja Mataram makam-raja-raja-mataram-di-imogiri ini berjumlah 4 (empat buah). Jika diurutkan dari arah barat ke timur, nama-nama enceh adalah Gentong Kyai Danumaya, Kyai Danumurti, Kyai Mendung, dan Nyai Siyem. Gentong Kyai Danumaya berasal dari Kerajaan Palembang, Kyai Danumurti dari Kerajaan Aceh, Kyai Mendung dari Kerajaan Ngerum di Turki, dan Nyai Siyem berasal dari Kerajaan Siam (Thailand).
Pada mulanya, enceh-enceh ini adalah tanda persahabatan antara Kerajaan Mataram dengan kerajaan-kerajaan lain. Sultan Agung (1613-1645) sebagai penguasa Mataram saat itu tidak bersedia diberi hadiah atau tanda kenang-kenangan yang berupa emas, intan, maupun berlian. Sultan Agung hanya menginginkan Enceh-enceh tersebut agar nantinya airnya dapat memberikan berkah kepada seluruh kawula Mataram. Namun, terkadang enceh-enceh tersebut juga dianggap sebagai tanda takluknya kerajaan-kerajaan lain di bawah panji-panji Kerajaan Mataram.
Sehari sebelum Upacara Nguras Enceh dilakukan, terlebih dulu diadakan Upacara Ngarak Siwur (Siwur = gayung air dari batok kelapa dengan tangkai bambu). Keesokan harinya barulah Upacara Nguras Enceh dilakukan. Urutan upacara ini adalah pembukaan, tahlil, wilujengan, doa, pengalungan untaian bunga ke enceh, dan pengambilan air oleh abdi dalem berpangkat Tumenggung atau Ngabei. Setelah itu, abdi dalem dibantu warga mengambil air cidukan tersebut. Setelah enceh penuh dengan air, masyarakat umum baru boleh mengambil air yang dianggap bertuah tersebut.
Tradisi /nguras enceh /ini selalu menarik perhatian masyarakat terutama mereka yang mempunyai kepercayaan terhadap nilai kesakralan tradisi. Keikutsertaan masyarakat terhadap upacara yang merupakan peninggalan nenek moyang masyarakat Jawa ini adalah upaya untuk /ngalap berkah/ dan /tirakat/. Tradisi ini juga merupakan wujud adanya hubungan yang erat antara masa lalu dengan masa kini dan masa depan. Tradisi/Ngalap Berkah/ adalah kepercayaan masyarakat Jawa yang yakin akan memperoleh berkah apabila mereka berpartisipasi dalam suatu upacara adat.
Dengan berkah tersebut, orang Jawa berusaha memupuk pengharapan dalam mengarungi kehidupan mereka. Selain itu, mereka akan selalu ingat akan eksistensi dan hubungan mereka dengan Tuhan beserta alam lingkungan. Upacara Nguras Enceh juga dilengkapi dengan sesaji yang diperlukan, antara lain pisang, nasi, bunga mawar dan melati serta kemenyan. Sedangkan air diambilkan dari Sendang Bekung yang letaknya kurang lebih dua kilometer dari lokasi upacara.
Minat masyarakat dalam mengikuti upacara ini cukup tinggi. Sebagian warga percaya, air enceh di Makam Raja-Raja Mataram Imogiri  bisa menjadi sumber berkah jika diminum. Menurut kepercayaan, air enceh lebih baik langsung diminum daripada hanya dibasuh karena lebih merasuk ke dalam tubuh. Air jangan pula dimasak karena khasiatnya akan hilang. Air enceh bahkan dipercaya memiliki khasiat sebagai penyembuh penyakit maupun sebagai pendatang rejeki. Masih menurut kepercayaan kejawen, air enceh memiliki kandungan air zam-zam.

Komentar